Sunday, 5 April 2015

TUGAS IBD 2 : Karya Sastra Puisi



KARYA SASTRA PUISI
MAKALAH
ILMU BUDAYA DASAR
"Karya Sastra Puisi"
Dosen : Auliya R



























UNIVERSITAS GUNADARMA
2015


Nama : Khairunnisa F.A
Kelas : 1 KA 01
NPM : 15114846
Jurusan :  Sistem Informasi
Fakultas : Ilmu Komputer
Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar






BAB  I
PENDAHULUAN

1.1.     Latar Belakang

Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan.sebuah kreasi bukan semata-mata sebuah imitasi. Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif pada hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa uuntuk mengungkapkan tentang kehidupan manusia.oleh sebab itu sebuah karya sastra pada umumnya berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia kemunculan sastra lahir dilatar belakangi adanya dorongan dari  manusia untuk mengungkapkan eksitensinya.

Puisi adalah karya estetis yang bermakna, yang mempunyai arti, bukan hanya sesuatu yangkosong tanpa makna. Mengapa dikatakan demikian? Puisi selalu bermakna. Sebab puisi ditulisdari pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran dalam bahasa berirama. LynnAlternbernd dan Leslie L. Lewis dalam buku A Handbook for Study of Poetry (1970) menyatakanhal itu. Bahasa berirama yang diungkapkan tersebut menandai perbedaan antara bentuk karyapuisi dan prosa. Puisi itu karangan yang terikat oleh aturan-aturan ketat.

Prosa adalah karanganbebas yang tidak diatur secara ketat. Apakah hal itu masih dijadikan ukuran perbedaan antarapuisi dan prosa sekarang ini? Sebab, banyak kita jumpai berbagai bentuk puisi yang disebut dengan puisi bebas dan sebagainya.Jika kita cermati dan mengerti hakikat puisi, bentuk puisi yang ada adalah tidak dapat dikatakanbebas. Puisi mempunyai aturan sendiri yang membentuknya sehingga apa yang ditulis dapat dikatakan sebagai puisi. Apakah hakikat puisi itu? Hakikat puisi bukan terletak pada bentuk formalnya, misalnya puisi itu terikat oleh bentuk yang diukur dari banyak baris dalam tiap bait,banyak kata dalam tiap baris, atau banyak suku kata dalam tiap baris. Hakikat puisi ialah apayang menyebabkan sebuah tulisan disebut puisi.Terdapat tiga aspek untuk memahami hakikat puisi. Pertama fungsi estetik, kedua kepadatan,dan ketiga ekspresi tidak langsung.Fungsi estetik mencakupi persajakan, diksi (pilihan kata),irama, dan gaya bahasanya. Puisi disebut sebagai karya seni yang puitis. Kepuitisan dapat dicapai dengan bermacam-macam cara, misalnya dengan bentuk visual: tipografi, susunan bait,bunyi, persajakan, asonansi, aliterasi, kiasan bunyi, lambang rasa, bahasa kiasan, dan diksi.Dalam puisi kata-kata tidaklah keluar dari simpanan ingatan, kata-kata dalam puisi itu lahir dandilahirkan kembali pada waktu penciptaannya.Kepadatan yang dimaksud adalah saat penulispuisi membuat karya dengan melakukan pemadatan informasi yang terkandung dalam pikiranatau pengalaman yang akan dikemukakan.

Dalam puisi tidak semua pikiran, cerita, ataupengalaman itu dituliskan. Terdapat penkristalan kalimat yang akan dikatakan mungkinmenjadi sebuah kata atau frasa. Hal yang dikemukakan di dalam puisi adalah inti masalah,cerita, atau peristiwa. Hanya esensi yang disampaikan dalam puisi. Oleh karena itu, puisimerupakan ekspresi esensi. Penulis puisi memampatkan dan memadatkan apa yang akandikemukakannya dengan memilih kata secara akurat, cermat, dan sesuai maknanya. Untuk pemadatan ini, kadang-kadang kata-kata hanya diambil inti dasarnya. Imbuhan, awalan, danakhiran sering dihilangkan. Dengan demikian, hubungan antarkalimat bersifat implisit, tidak dinyatakan secara jelas dan merenik. Oleh karena kepadatannya, puisi bersifat sugestif danasosiatif. Aspek yang ketiga adalah ekspresi yang tidak langsung. Dari waktu ke waktu puisiitu selalu berubah. Perubahan itu disebabkan oleh wawasan kehidupan terus berkembang danhal ini menyebabkan perubahan pada konsep estetik di dalam kehidupan yang ditulis menjadipuisi. Hal yang tidak pernah berubah ialah bahwa puisi mengungkapkan sesuatu secara tidak langsung. Ungkapan tidak langsung itu ialah menyatakan sesuatu hal dengan cara yang lain.Ketaklangsungan ekspresi menurut Michael Riffaterre dalam bukunya Semiotic of Poetry (1978) disebabkan oleh penggantian arti, penyimpangan arti, dan penciptaan arti.Menulis puisi itu gampang-gampang susah.

Pemahaman tentang hakikat puisi perlu dikuasaisebelum kita menulisnya. Bahan penulisan berkelindan di sekitar kita dan kita setidaknyapaham dulu maknanya baru kita tuliskan dengan kata-kata yang juga telah kita ketahuimaknanya. Kaidah penulisan karya puisi juga mengacu pada kaidah penulisan pada umumnyauntuk tanda baca dan penulisan kata. Semakin kita cermat dalam memahami hakikat puisi danperalatannya semakin karya kita bermanfaat.

1.2.   Rumusan Masalah
·      Bagaimana sejarah puisi?
·      Apa ciri-ciri puisi?
·      Bagaimana contoh puisi serta kandungannya?

1.3.   Tujuan Penilitian
Agar pengetahuan tentang karya sastra semakin luas dan kita dapat mengetahui tentang sejarah sastra  puisi di Indonesia. Dari hasil laporan penilitian kami pun kita dapat memperoleh manfaat berupa pengetahuan tentang karya sastra puisi yang sangat memiliki makna makna estetika.











 BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1              Sejarah puisi
                       
                        Puisi adalah karya tulis yang sangat indah yang pernah ada. Siapapun orangnya yang membaca puisi akan merasa tajub dan kagum melihat isi atau makna dari puisi yang terkandung.  Puisi secara umum terdiri dari 6 unsur, yaitu: tema, imajinasi, amanat, nada, suasana, dan perasaan. Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berarti penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta.

     Puisi sebagai bentuk seni dapat mendahului melek. Banyak karya kuno, dari Veda India (1700-1200 SM) dan Zoroaster's Gathas (1.200-900 SM) ke Odyssey (800-675 SM), tampaknya telah disusun dalam bentuk puisi untuk membantu menghafal dan lisan, dalam prasejarah dan masyarakat kuno. Puisi muncul di antara catatan-catatan paling awal kebudayaan paling melek huruf, dengan puitis fragmen-fragmen yang ditemukan pada awal monolit, runestones, dan stelae.

Puisi adalah kasusteraan yang paling tua. Sejak dahulu, berpuisi adalah cara kuno dalam masyarakat, atau pada waktu tersebut di sebut mantra. Dalam masyarakat Jawa terdapat tradisi nembang Jawa, lirik puisi yang dilagukan. Biasanya, nembang didendangkan pada acara-acara sakral dan penting, seperti acara mitoni, siraman, dan pesta desa lainnya.  Selain lirik puisi yang ditembangkan, juga bisa menggunakan kisah cerita, seperti kisah Raden Panji, Dewi Nawang Wulan, Jaka Tingkir, dan lainnya.
Puisi tidak hanya dilagukan untuk mengisahkan cerita, namun, puisi juga dapat dijadikan dialog-dialog dalam pementasan ludruk, ketoprak, drama tradisional Jawa, atau orang Sumatra Barat menyebutnya Randai. Puisi tak hanya indah kata-katanya, melainkan juga isinya yang mengandung petuah, nasihat, dan pesan untuk pendengar.
Dalam perkembangan puisi di Indonesia, dikenal dengan berbagai jenis tipografi da model puisi yang menunjukkan perkembangan struktur puisi tersebut. Ciri struktur puisi dari jaman ke jaman tidak hanya ditandai dengan struktur fisik, tetapi juga oleh struktur makna atau tematiknya.
Berikut perkembangan puisi di Indonesia, mulai dari angkatan balai pustaka, hingga puisi jaman sekarang.
1.         Balai Pustaka
Pada angkatan ini, puisi masih berupa mantra, pantun, dan syair, yang merupakan puisi terikat.
-    Mantra, jenis puisi tertua yang terdapat di dalam kesusastraan daerah di seluruh Indonesia. Kumpulan pilihan kata-kata yang dianggap gaib dan digunakan manusia untuk memohon sesuatu dari Tuhan. sehingga mantra tidak hanya memiliki kekuatan kata melainkan juga kekuatan batin.
-    Pantun dan Syair, puisi lama yang struktur tematik atau struktur makna dikemukkan menurut aturan jenis pantun atau syair, dalam hal ini, pantun dan syair masih berupa puisi terikat.


2.         Pujangga Baru (1933-1945)
Jika pada angkatan balai pustaka penulisan puisi masih banyak dipengaruhi oleh puisi lama, maka pada angkatan Pujangga Baru diciptakan puisi baru, yang melepaskan ikatan-ikatan puisi lama. Sehingga munculnya jenis-jenis puisi baru, yaitu : distichon (2 baris), tersina (3 baris), quartrin (4 baris), quint (5 baris), sextet (6 baris), septima (7 baris), oktaf (8 baris), soneta (14 baris). Dalam periode ini terdapat beberapa julukan untuk penyair Indonesia, seperti Amir Hamzah sebagai Raja Penyair Pujangga Baru, dan ia disebut oleh H.B. Jassin sebagai Penyair Dewa Irama. J.E. Tatengkeng disebut sebagai Penyair Api Naionalisme, dan sebagainya.
Para penyair yang dapat dikategorikan msuk dalam periode Pujangga Baru adalah :
-         Amir Hamzah, “Nyanyi Sunyi” / 1937 dan “Buah Rindu” /1941
-         Sutan Takdir Alisyahbana, “Tebaran Mega” / 1936
-         Armijn Pane, “Jiwa Berjiwa” / 1939, “Gamelan Jiwa” / 1960
-         Jan Engel Tatengkeng “Rindu Dendam” / 1934
-         Asmara Hadi, “Api Nasionalisme”
-         Dll.

3.         Angkatan 45 (1945-1953)
Jika pada periode sebelumnya melakukan pembaharuan terhadap bentuk puisi, pada periode ini dilakukan perubahan menyeluruh. Bentuk puisi soneta, tersina, dan sebagainya tidak dipergunakan lagi. Dasar angkatan 45 ini adalah adanya ‘Surat Keperecayaan Gelanggang’, yang berbunyi :
Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri. Kami lahir dari kalangan orang banyak dan pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan campur-baur dari mana dunia baru yang sehat dapat dilahirkan.
Keindonesiaan kami tidak semata-mata karena kulit kami yang sawo matang, rambut kami yang hitam atau tulang pelipis kami yang menjorok ke depan, tetapi lebih banyak oleh apa yang diutarakan oleh wujud pernyataan hati dan pikiran kami.
Kami tidak akan memberi kata ikatan untuk kebudayaan Indonesia, kami tidak ingat akan melap-lap hasil kebudayaan lama sampai berkilat dan untuk dibanggakan, tetapi kami memikirkan suatu penghidupan kebudayaan baru yang sehat. Kebudayaan Indonesia ditetapkan oleh kesatuan berbagai-bagai rangsang suara yang disebabkan oleh suara yang dilontarkan kembali dalam bentuk suara sendiri. Kami akan menentang segala usaha yang mempersempit dan menghalangi tidak betulnya pemeriksaan ukuran nilai.
Revolusi bagi kami ialah penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai usang yang harus dihancurkan. Demikian kami berpendapat, bahwa revolusi di tanah air kami sendiri belum selesai.
Dalam penemuan kami, kami mungkin tidak selalu asli; yang pokok ditemui adalah manusia. Dalam cara kami mencari, membahas, dan menelaahlah kami membawa sifat sendiri.
Penghargaan kami terhadap keadaan keliling (masyarakat) adalah penghargaan orang-orang yang mengetahui adanya saling pengaruh antara masyarakat dan seniman.

Angkatan 45 memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.      puisi memiliki struktur bebas
2.      kebanyakan beraliran ekspresionisme dan realisme
3.      diksi mengungkapkan pengalaman batin penyair
4.      menggunakan bahasa sehari-hari
5.      banyak puisi bergaya sinisme dan ironi
6.      dikemukakan permasalahan kemasyarakatan, dan kemanusiaan

Penyair yang dapat diktegorikan pada periode ini adalah sebagai berikut :
- Chairil Anwar Krikil Tajam / 1949, Deru Campur Debu / 1949, Tiga Menguak Takdir / 1950
-    Sitor Situmorang, Surat Kertas Hijau / 1954, Dalam Sajak / 1955, Wajah Tak Bernama / 1956, Zaman Baru / 1962
-    Harjadi S. Hartowardojo, Luka Bayang / 1964
-    Dll.

4.         Periode 1953-1961
Jika pada angkatan 45 yang menyuarakan kemerdekaan, semangat perjuangan dan patriotisme, maka pada periode ini membicarakan masalah kemasyarakatan yang menyangkut warna kedaerahan. Sifat revolusioner yang berapi-api, mulai merada. Mulai banyaknya puisi beraliran romantik dan kedaerahan dengan gaya penceritaan balada. Puisi pada periode ini banyak yang mengungkapkan subkultur, suasana muram, masalah sosial, cerita rakyat dan mitos (Atmo Karpo, Paman Ddoblang, dan sebagainya).
Cirri yang menonjol pada periode ini adalah munculnya politik dalam sastra, sehingga lahirnya LKN, LEKRA, LESBUMI, LKK, dan sebagainya.

Ciri khas puisi pada periode ini adalah :
1.      Bergaya epic (bercerita)
2.      Gaya mantra mulai dimasukkan dalam balada
3.      Gaya repetisi dan retorik semakin berkembang
4.      Banyak digambarkan suasana muram penuh derita
5.      Menerapkan masalah social, kemiskinan
6.      Dasar penciptaan balaa dari dongeng kepercayaan

Para penyair yang dapat digolongkan dalam periode ini adalah :
-         Willibrordus Surendra (W.S Rendra) Empat Kumpulan Sajak / 1961, Balada Orang-Orang Tercinta / 1957
-         Ramadhan Karta Hadimaja,  Priangan Si Jelita / 1958
-         Toto Sudarto Bachtiar, Suara / 1956
-         Dll.

5.         Angkatan 66 (1963-1970)
Masa ini didominasi oleh sajak demonstrasi atau sajak protes yang dibaca untuk mengobarkan semangat para pemuda dalam aksi demonstrasi, seperti pada tahun 1966 ketika sedang terjadi demonstrasi para pelajar dan mahasiswa terhadap pemerintahan Orde Lama. Penyair seperti Taufiq Ismail dan Rendra, membacakan sajak protes mereka didepan para pemuda.
Untuk mengobarkan semangat aktivitas kreatis angkatan 66, mulai munculah fasilitas-fasilitas sastra. Fasilitas tersebut antara lain, munculnya majalah Horison (1966), Budaja Djaja (1968, dan dibangunnya Taman Isail Maruki (TIM), yang menjadi pusat kebudayaan.
Pada periode ini berkembang dua aliran besar puisi. Aliran pertama adalah aliran neo-romantisme yang menegaskan sepi sebagai perlawanan yang bersifat metafisis, atas dunia. Penyair yang menganut aliran ini adalah Goenawan Mohammad, Sapardi Djoko Darmono, dan Abdul Hadu W.M.
Aliran yang kedua adalah aliran intelektualisme, aliran yang menekankan pada pengamatan kritis tentang dunia dan pengalaman pribadi. Penyair yang yang beraliran intelektualisme adalah Subagio Sastrowardoyo dan Toety Heraty.
Berikut penyair yang termasuk dalam angkatan 66 :
-         Taufiq Ismail, Tirani / 1966, Benteng / 1966
-         Sapardi Djoko Darmono, Dukamu Abadi / 1969, Mata Pisau / 1974
-         Linus Surjadi A.G., Pengakuan Pariyem / 1981
-         Dll.

6.         Puisi Kontemporer (1970 – sekarang)
Pada periode ini puisi disebut puisi kontemporer, puisi yang muncul pada masa kini dengan bentuk dan gaya yang tidak mengikuti kaidah puisi pada umumnya, dan memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan puisi lainnya. Dalam puisi kontemporer, salah satu yang penting adalah adanya eksplorasi sejumlah kemungkinan baru, antara lain penjungkirbalikan kata-kata baru dan penciptaan idiom-idiom baru.
Pada puisi kontemporer bertema protes, humanisme, religius, perjuangan, dan kritik sosial. Puisi kontemporer bergaya seperti mantra, menggunakan majas, bertipografi baru dengan banyak asosiasi bunyi,dan banyaknya penggunaan kata dari bahasa daerah yang menunjukkan kedaerahaannya.
Dalam dunia perpuisisan kontemporer, Sutardji mengebangakan puisi-puisi baru, dan mengiprovisasi puisinya. Hal ini terlihat pada sajak Sutardji ‘O, Amuk, Kapak’.
Yang termasuk penyair kontemporer adalah :
-         Sutardji Colzoum Bahri, O, Amuk, Kapak­ , Tragedi Winka Sihka, Batu
-         Emha Ainun Najib, ‘M’ Frustrasi / 1976, Nyanyian Gelandangan / 1981
-         Sapardi Djoko Darmono, Dukamu Abadi / 1969, Mata Pisau / 1974
-         Dll.
2.2 Ciri-ciri puisi
           
Ciri ciri puisi pada kesempatan kali ini akan saya bagi menjadi 2 yaitu puisi lama dan juga puisi baru. Berikut pembahasannya
Ciri-ciri Puisi Lama:
1. Pengarangnya tidak diketahui
2. Merupakan kesusastraan lisan
3. Terikat jumlah baris, rima, dan irama
4. Gaya bahasa yang statis (tetap) dan juga klise
5. Isi dari puisi tentang fantastis dan istanasentris
Ciri-ciri Puisi Baru:
1.    Pengarangnya diketahui
2.    Berkembang secara lisan dan tertulis
3.    Tidak terikat jumlah baris, rima, dan irama
4.    Gaya bahasa yang dinamis (berubah-ubah)
5.    Isinya tentang kehidupan pada umumnya

2.3 Contoh Puisi dan maknanya

Hujan Bulan Juni
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu

Makna Setiap Bait Puisi "Hujan Bulan Juni"

Bait Pertama

Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu

Makna : 

Menggambarkan seseorang yang dengan tabahnya menanti seseorang yang ia cintai. Ia memuji penantianya tidak ada yang lebih tabah dari penantiannya. Di bait pertama ini juga menggambarkan bahwa ia menyembunyikan rasa rindunya kepada seseorang yang indah yang ia cintai. Pohon berbunga itu diartikan sebagai seseorang yang indah yang dinanti.

Bait Kedua

Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu

Makna : 

Menggambarkan penantian seseorang tersebut sangat bijak dan tak ada yang melebihi kebijakan penantiannya. Ia pun menghapus segala keraguannya dalam menanti dan mencintai seseorang tersebut.

Bait Ketiga

Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu

Makna :

Menggambarkan pemujian kembali terhadap penantiannya. Ia mengatakan kembali bahwa tidak ada yang lebih arif dari panantiannya. Di bait ketiga pula digambarkan bahwa pada akhirnya penantiannya berbuah hasil manis. Cintanya diterima oleh seseorang yang ia cintai, dapat dilihat dari kalimat diserap akar pohon bunga itu. Dan ia membiarkan tidak terucap segala apa yang ia rasakan selama penantian.

Makna Keseluruhan atau Abstraksi Puisi "Hujan Bulan Juni"


Puisi "Hujan Bulan Juni" karya Sapardi Djoko Damono menggambarkan tentang penantian seseorang kepada seseorang yang dinantinya. Dengan sangat tabah, bijak, dan arif ia menanti. Dengan merahasiakan segala rindunya, menghapus segala keraguannya dalam menanti. Akhirnya penantiannya berbuah manis. Ia mendapatkan seseorang yang dinantinya tersebut. Karena begitu tulusnya perasaan seseorang tersebut ia membiarkan tak terucapkan segala apa yang ia rasa selama menanti. Suatu pesan yang tersirat setelah memaknai puisi "Hujan Bulan Juni" adalah bahwa :
"Sesungguhnya kekuatan cinta itu nyata"










BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
Puisi adalah ungkapan perasaan atau pikiran penyairnya yang dirangkai menjadi suatu bentuk tulisan yang mengandung makna.

        Puisi juga bisa diartikan sebagai sebuah imajinasi kata yang didapat dari sebuah  pengalaman atau dari sebuah gagasan, dan di susun menggunakan pilihan kata atau bahasa yang berirama dan mengutamakan kualitas estetikanya.

3.2 Saran

Pembaca diharapkan mampu untuk melestarikan kebudayaan sastra asli Indonesia seperti puisi ini. Masyarakat Indonesia seharusnya juga bersemangat dalam melestarikan dan meningkatkan lagi karya-karya sastra yang berestetika dan memiliki arti dan nilai-nilai untuk kehidupan bermasyarakat.











Daftar Pustaka

-         Susastra 6 Jurnal Ilmu Sastra Dan Budaya, Volume 3, Nomor 6, 2007, HISKI
-         Unmanradieta.blogspot.com

Share: